Today is Sunday, isn’t it?

M Arkham C Jantra
2 min readJul 2, 2023

Dahulu aku selalu tidak sabar rasanya berumur 20 tahun. Rasanya, saat itu dunia akan menyambutku dengan penuh suka dan cita. Akan tetapi, ternyata keduapuluhan itu diisi hanya dua bagian: weekdays dan weekend. Yap, sesingkat itu.

Tidak ada hal excited selain menunggu datangnya Pak Sabtu dan Bu Minggu, orang tua khayalan yang selalu aku anggap ‘rumah’ untuk pulang dari penatnya mengurus ke-lima saudaraku, si tertua Senin, anak kedua Selasa, Rabu, Kamis dan bungsu Jumat.

Tepat beberapa hari lagi, umur biologisku resmi berusia 29 tahun. Artinya, semua bagian tubuhku selama 29 tahun ini tumbuh dan berkembang. Otaku sudah memikirkan dari sekedar PR Matematika, hingga kini bagaimana sebuah bisnis bisa survive. Bayangkan, melakukan rerak perilstastik selama 10.579 hari! Hahahaha.

Caree Switching kalo umur 30 mah namanya career suicing @auditams

Seperti biasa, Minggu pagiku selalu diawali dengan scrolling lini masa. Banyak hal yang menarik terjadi akhir-akhir ini, dari hal menjengkelkan seperti dengkul geter hingga hal-hal menyenangkan seperti melihatnya bahagia bersama yang lain.

Tetapi, ada satu hal yang cukup menggelitik. Gelinya cukup untuk membuatku tidak berhenti memikirkannya dalam beberapa hari hingga aku putuskan untuk menuliskannya sekarang, yaitu perihal pertanyaan tentang,

“Bagaimana aku nanti di umur 30?”

Rasanya, didalam pikiran ini melihat dunia yang memang sudah kacau, lebih balau dari biasanya. Semuanya terasa harus segera diselesaikan, apapun itu.

Aku berpikir bahwa, umur manusia memang hingga 30 tahun saja. Bahkan, Pakde Albert Einstein mengatakan bahwa,

“A person who has not made his great contribution to science before the age of 30 will never do so.” — Albert E.

Apakah memang begitu? Banyak hal yang berkecamuk, rasanya campur cumpar. Ya begitulah, se chaos itu bahkan untuk mengetik campur aduk saja aku tidak sanggup.

Aku mulai melakukan banyak hal dengan terburu-buru. Aku seperti tidak punya banyak waktu. Seakan, kehidupanku dikejar pemburu untuk segera melakukan dan menyelesaikan urusanku.

Lantas,

Ketika semua halnya berantakan, dia hadir di kehidupanku.

Wait, ini bukan love story. Mari kita ulang.

Lantas, ketika semua halnya berantakan. Aku mencoba untuk memungutnya satu persatu pecahan itu dari lantai. Aku kumpulkan dan aku susun ulang semuanya. Tidak ada kata terlambat, terlambat adalah gelar untuk seekor siput sawah.

Yang jelas, aku merangkai semuanya kembali.

Tidak dari awal tentunya, karena aku kini punya modal yang cukup. Kisah dan pengalaman selama 29 tahun hidup. Tentunya aku belajar dari kesalahan, rasanya ditinggalkan atau meninggalkan (hehe) hingga semua hal yang pernah aku dengar atau alami sendiri.

Sekarang, di hari Minggu nan biasa saja aku melihat banyak hal dengan sangat sederhana.

Sesederhana, ungkapan

Today is sunday, isn’t it?

Kalimat yang mungkin tidak sengaja kita ucapkan ketika memutuskan untuk melakukan banyak hal yang menyenangkan. Kita menunggu hari Minggu untuk sekedar “bahagia”.

Ah, rasanya naif sekali.

Kenapa hanya hari Minggu? Memang kita tidak bisa bertemu seseorang yang kita cinta di hari Jumat misalnya?

Atau menemui orang tua kita saat hari Senin. Atau bisa saja hari Kamis kita bersepeda bersama. Melakukan fine dining di hari Rabu pun oke-oke saja.

Memangnya, kenapa harus menunggu?

Memangnya, kenapa harus ini dan itu?

Memangnya, kenapa harus hari minggu?

Keduapuluhanku hanya aku isi dengan menunggu,

mengatakan bahwa semuanya nanti kalau ada waktu.

Menjalani hal-hal candu,

yang dilakukan terburu-buru.

Hingga akhirnya bertanya, memangnya harus begitu?

--

--

M Arkham C Jantra

Co-Founder @kodingworksio • Product and Business • Have a question? find me on twitter.com/macjantra